Kebijakan pemeliharaan kesehatan bagi penduduk miskin sudah lama diterapkan di Indonesia. Pelayanan gratis bagi penduduk yang membawa surat miskin dari Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), desa dan pembagian kartu sehat, adalah contoh kebijakan pelayanan kesehatan bagi penduduk miskin dengan strategi “individual targeting”. Berbagai program Instruksi Presiden (Inpres), secara tidak langsung juga mempunyai aspek kebijakan membantu penduduk miskin, misalnya Inpres Obat dan Inpres Samijaga, merupakan contoh kebijakan dengan strategi “geographic targeting”.
Sebetulnya, kebijakan subsidi tarif pelayanan kesehatan pemerintah, juga merupakan program melayanani kesehatan penduduk miskin. Tarif Rp 500 – Rp 1.000 untuk rawat jalan Puskesmas dan Rp 2.000 – Rp 5.000 untuk rawat inap kelas III di Rumah Sakit Umum (RSU), membantu penduduk yang kemampuannya terbatas. Sejak 1998 muncul kebijakan lebih sistematis dan berskala nasional untuk melayani kebutuhan kesehatan penduduk miskin, yakni program Jaringan Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK).
Pada tahun 2003, pemerintah menyediakan biaya untuk rujukan ke rumah sakit (RS) bagi penduduk miskin. Dana ini berasal dari pemotongan subsidi bahan bakar minyak (BBM), yang disebut dana Penanggulangan Dampak Pemotongan Subsidi Energi (PDPSE), kemudian diubah namanya menjadi Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM). Dana PDPSE langsung diberikan kepada RSU. Baik JPSBK dan PDPSE adalah contoh “supply side approah” dalam memberikan subsidi bagi penduduk miskin.
Program teranyar pemerintah pusat untuk melayani kebutuhan masyarakat miskin dan hampir miskin akan kesehatannya digulirkan di tahun 2008 ini adalah Jamkesmas (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat). Anggaran untuk program Jamkesmas ditahun 2008 ini disiapkan sebesar Rp 4,6 triliun untuk 76,4 juta masyarakat miskin dan hampir miskin.
Seluruh pendanaan program-program di atas bersumber dari pemerintah dan bersifat proyek, karena itu tidak ada jaminan kesinambungannya, sementara itu sumber dana dari pemerintah daerah belum dipadukan untuk program pengentasan kemiskinan umumnya dan pembiayaan kesehatan khususnya sehingga sulit bagi penduduk miskin jika tidak lagi mendapat jaminan seperti yang pernah diperolehnya.
Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan melalui program unggulan Bapak gubernur secara cermat menangkap kondisi ini dengan memunculkan ”Program Pelayanan Kesehatan Gratis”sebagai jawaban dari berbagai sinyalemen yang meragukan Sustanibilitas program Jamkesmas karena didasari pogram-program yang sifatnya proyek dan bahwa program pelayanan kesehatan gratis ini merupakan perpaduan sumberdana pemerintah dengan daerah untuk program pengentasan kemiskinan pada umumnya dan pembiayaan kesehatan khususnya yang tidak pernah dilakukan dan itu merupakan kekurangan kita selama ini. Oleh karena itu tanpa suatu program berkelanjutan, akan sulit mengangkat penduduk miskin dari lingkaran kemiskinan termasuk di Sulawesi Selatan ini.
Pemerintah provinsi Sulawesi Selatan tentunya berharap agar pembiayaan kesehatan pada masa desentralisasi ini dapat mewujudkan komitmen daerah terhadap kesehatan, yang tercermin dalam APBDnya, besaran alokasi anggaran mendekati nilai normative misalnya sesuai dengan standar WHO, cukup untuk membiayai pelayanan kesehatan prioritas, penduduk miskin terlindungi, biaya operasional dan pemeliharaan tercukupi, besarnya biaya kesehatan dari APBD lebih besar dari APBN, dan biaya untuk program/pelayanan langsung tercukupi. Olehnya itu Pelayanan Kesehatan Gratis menjadi efisien, karena Pelayanan kesehatan yang diberikan itu dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri dengan keuntungan yaitu lebih dekat dengan rakyat, lebih responsive, dan lebih sesuai permintaan
Komitmen pemerintah Sulawesi Selatan untuk mensukseskan pelayanan kesehatan gratis ini dapat dilihat dari besarnya anggaran yang di alokasikan, dimana pada tahun 2008 anggaran yang disiapkan untuk itu sebesar 81,8 Milyar. Pada tahun 2009 alokasi anggaran untuk Kabupaten dan Kota sebesar 30,4 Milyar dengan asumsi 40 % bersumber dari propinsi dan 70 % bersumber dari Kabupaten dan kota masing-masing, sementara itu besaran anggaran untuk Rumah sakit Provinsi, Rumah sakit regional dan Balai kesehatan mencapai angka 85,9 Milyar Rupiah.
Untuk itu diperlukan sebuah komitmen penuh (full commitment), bukan komitmen yang setengah hati alias panas-panas tahi ayam dalam melaksanakan program tersebut. Komitmen penuh ini terus dibuktikan oleh Bapak Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih periode 2008-2013. Mungkin belum semua tahu bahwa program unggulan ini dilaksanakan secara bertahap semasa kepemimpinan beliau. Tahun 2008-2009 merupakan tahap uji coba, tahun 2010-2011 merupakan tahap pemantapan dan tahun 2012-2013 merupakan tahap pengembangan.
Terhitung Juli 2008 telah diluncurkan bantuan dana tahap I kepada 23 kab./kota dan beberapa RS/Balai tk. provinsi, kemudian pada bulan September 2008 kembali diluncurkan bantuan dana tahap II. Bukan hanya bantuan dana, namun proses legalisasi untuk menjadi sebuah payung hukum terus diupayakan sehingga tersusun sebuah peraturan daerah.
Sembilan (9) bulan sudah berjalan program pelayanan kesehatan gratis ini dan memasuki akhir tahun 2008, kembali pemerintah provinsi melalui Dinas Kesehatan Provinsi akan melakukan Evaluasi dan Rencana Tindak Lanjut 2009 melalui suatu pertemuan Semiloka pada tanggal 25 November 2008 di Hotel Mercure dengan menghadirkan seluruh Kepala Dinas Kesehatan dan Direktur RSUD serta Pengelola JAMKESDA Kab./Kota ditambah dengan stakeholder yang terkait. Forum ini akan membahas secara detail tentang kepesertaan, pembiayaan, jenis pelayanan kesehatan dan pengawasan, dll dalam rangka penyempurnaan manlak yankes gratis serta rancangan-rancangan untuk memasuki tahap pemantapan, khususnya dalam melahirkan sebuah PERDA YANKES GRATIS.
Sejak diberlakukannya Pelayanan Kesehatan Gratis di Sulawesi Selatan berbagai komentar mulai bermunculan, mulai komentar “hitam”, “putih” & “hitam putih” dari masyarakat maupun Nakes sendiri.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada salah satu warga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan gratis, ibu Nurhayati di Perintis Kemerdekaan, mengatakan bahwa ia memperoleh kartu kesehatan gratis berawal dari BLT yang ia terima tahun 2007 sebanyak 4 kali, kemudian pada tahun 2008 ia hanya menerima BLT sebanyak 3 di tambah pemberian kartu kesehatan gratis yang di bagikan oleh petugas. Ibu Nurhayati sendiri pernah memanfaatkan pelayanan kesehatan gratis tersebut ketika salah satu anaknya di rawat di RSUD Wahidin. Ia mengungkapkan, selama masa pengobatan anaknya, ia tidak dibebankan biaya rumah sakit maupun obat sama sekali kecuali obat yang tidak termasuk dalam daftar yang harus ia bayar. Menurut ibu Nurhayati sendiri, ia sangat puas dengan pelayanan kesehatan gratis tersebut dan sangat setuju dengan adanya program ini karena sangat membantu masyarakat miskin. Ia berharap bahwa program ini terus berkesinambungan dan tidak hanya berjalan sesaat saja.
Menurut Salah Petugas Kesehatan di Puskesmas Kassi-Kassi, Pelayanan kesehatan gratis hanya diberikan pada jam kerja Puskesmas yaitu dari jam 8-12 siang saja, sedangkan di luar jam kerja jika ada masyarakat yang ingin berobat akan di bebankan bayaran. Masyarakat yang datang ke puskesmas tidak perlu menunjukkan katu kesehatan gratis tetapi cukup menunjukkan KTP dan KK saja. Selain itu pelayanan kesehatan gratis di puskesmas terbatas pada penyakit-penyakit yang mampu di tangani di tingkat puskesmas dan obat-obatan yang diberikan hanya terbatas pada obat yang termasuk dalam daftar saja. Sedangkan pelayanan di tingkat RS, untuk mendapat pelayanan kesehatan gratis masyarakat harus menunjukkan Kartu Kesehatan Gratis yang telah diberikan.
Salah satu calon Nakes di Makassar mengungkapkan bahwa ia tidak setuju dengan adanya program pelayanan kesehatan ini karena gaji yang di terima tidak sesuai dengan beban kerja dan tidak adanya gaji tambahan. Menurutnya, hal ini tentu berdampak dengan kinerja para petugas kesehatan.
Pelayanan kesehatan gratis mampu memberikan kepuasan bagi masyarakat miskin karena bukan hanya masyarakat menengah ke atas, mereka pun kini mampu menikmati pelayanan kesehatan dengan gratis. Namun di sisi lain, efektivitas pelayanan kesehatan gratis ini perlu dipertanyakan, karena ada beberapa petugas kesehatan yang tidak setuju dengan adanya pelayan kesehatan gratis ini karena penghasilan yang mereka terima jumlahnya berkurang dari sebelum adanya program ini. Hal ini tentunya berdampak pada kinerja yang dihasilkan para Nakes dalam melaksanakan tugas mereka. Pelayanan yang diberikan bisa saja tidak maksimal dan masyarakat tidak menerima pelayanan yang optimal.
Masyarakat sangat berharap program ini akan terus berkesinambungan bukan hanya berlangsung sesaat saja seperti program-program pemerintah terdahulu. Selain itu masyarakat miskin diharapkan juga memperoleh pelayanan bermutu tinggi sebagaimana masyarakat menegah keatas lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar