Cari Blog Ini

Selasa, 22 Juni 2010

ISPA

1. Definisi ISPA
ISPA sering disalah artikan sebagai infeksi saluran pernapasan atas. Yang
benar adalah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut. ISPA meliputi saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah. ISPA adalah infeksi saluran pernapasan yang berlangsung sampai 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme di saluran pernapasan mulai hidung, telinga, laring, trachea, bronchus sampai dengan paru-paru (Dirjen PPM dan PL DEPKES.RI.2002).
ISPA merupakan kelompok penyakit yang kompleks dan heterogen disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat mengenai setiap tempat disepanjang saluran pernapasan.

2. Etiologi ISPA
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotic dapat mengakibat kematian.
ISPA disebabkan oleh bernagai factor penyebab bakteri, virus dan riketsia. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh virus dan bakteri.
Etiologi ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain genus stpeptococcus, stafilokokus, pneumokokus, hemofilia, bordetela, dan korinebakterium. Virusnya adalah golongan miksovirus, adenovirus, koronavirus, pikornavirus, mikoplasma, herpesvirus dll (depkes RI, 1996)
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri. Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin.
Tetapi ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnyakemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.

3. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA sebagai
berikut:
 Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
 Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
 Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat. Rinofaringitis, faringitis, dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia (4).
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit
ISPA, klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan untuk
golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu :
 Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan
umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
 Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.


Untuk golongan umur 2 buan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi penyakit yaitu :
 Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
 Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia 2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
 Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

4. Manifestasi Klinis ISPA
Pada umumnya penyakit suatu saluran pernapasan dimulai dengan keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernapasan.
Masa inkubasi berlangsug dari 9-12 hari, tetapi interval antara kasus-kasus dalam keluarga kira-kira 2 minggu. Penyakit ini biasanya dimulai dengan gejala-gejala infeksi saluran pernapasan atas yang pada beberapa penderita berkembang menjadi bronchitis dan poneumonia.
Tanda-tanda klinis ISPA yaitu :
 Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
 Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi, hypotensi dan cardiac arrest.
 Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
 Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.

Tanda-tanda laboratoris ISPA yaitu :
 hypoxemia,
 hypercapnia dan
 acydosis (metabolik dan atau respiratorik).
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin ( www.google.com).

5. Penatalaksanaan Kasus ISPA
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA) .
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan antibiotic untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat batuk yang kurang bermanfaat. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentang pemberian makanan dan minuman sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISPA. Penatalaksanaan ISPA meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut
1) Pemeriksaan
Pemeriksaan artinya memperoleh informasi tentang penyakit anak dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada ibunya, melihat dan mendengarkan anak Hal ini penting agar selama pemeriksaan anak tidak menangis (bila menangis akan meningkatkan frekuensi napas), untuk ini diusahakan agar anak tetap dipangku oleh ibunya. Menghitung napas dapat dilakukan tanpa membuka baju anak. Bila baju anak tebal, mungkin perlu membuka sedikit untuk melihat gerakan dada. Untuk melihat tarikan dada bagian bawah, baju anak harus dibuka sedikit. Tanpa pemeriksaan auskultasi dengan steteskop penyakit pneumonia dapat didiagnosa dan diklassifikasi
2) Pengobatan
 Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.
 Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
 Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
3) Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.
 Mengatasi panas (demam) untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
 Mengatasi batuk, dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
 Pemberian makanan, berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
 Pemberian minuman, usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
 Lain-lain, tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.
4) Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
 Menjaga keadaan gizi agar tetap baik
 . Immunisasi.
 Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
 Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Pemberantasan yang dilakukan adalah :
 Penyuluhan kesehatan yang terutama di tuj ukan pada para ibu.
 Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
 Immunisasi.

5. Penanganan ISPA
Tiga masalah pokok yaitu :
a. Pneumonia pada bayi dan balita.
b. Menunjang prigram, terpadu KB kesehatn yang secara terpadu tidak langsung menurunkan angka kematian.
c. ISPA dengan komplikasi berat dengan pengobatan di RS untuk mencapai tujuan penurunan angka kesakitan dan kematian pneumonia pada balita, maka pada Pelita VI dirumuskan kebijaksanaan sbb :
1. Melakukan penemuan penderita melalui sarana kesehatan tingkat pertama pelayanan dibantu oleh kegiatan posyandu kader posyandu.
2. Melakukan tatalaksana standar penderita ISPA dengan menegakkan diagnosis secara dini, pengobatan yang tepat dan segera, pencegahan komplikasi dan rujukan ke asarana kesehatan yang lebih mandiri.
3. Melaksanakan penyebaran informasi tentang program P2 ISPA pada tenaga kesehatan dan melaksanakan penyuluhan pada masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar